
beranitampilbeda.web.id – Jika kita sering mendapatkan di Indonesia pengamen sering menghampiri kita dan hanya menyanyikan sepotong lagu, alih-alih untuk menghibur, tapi ternyata untuk pundi rupiah. Lain halnya pengamen di luar negeri.
Bukan tampil dengan 1 alat musik, tapi lengkap, dengan speaker,organ,gitar, microphone, selayaknya konser. Itulah gambaran pengamen di luar,yang bahkan bisa kita tonton di media sosial.
Menarik melihat kehidupan busker, seniman jalanan di Melbourne. Ada yang harus melalui audisi, hingga memperoleh pendapatan hingga Rp 8 juta sehari!
“Semua uang saya berasal dari musik. Jadi kalau saya butuh, saya melakukan busking,” tutur Ian Maddic, seorang busker yang tampil mengandalkan suara dan gitar akustiknya di tepian Sungai Yarra, Melbourne. Gaya bermusiknya mirip-mirip musisi John Mayer.
Baca juga : Sinar Matahari untuk Kesehatan
Ian mengaku melakukan busking karena terdesak kebutuhan sehari-hari. Meski demikian, dia mengaku pendapatannya lumayan dari kegiatan busking ini.
“Saya biasanya dapat AU$150 (Rp 1,5 juta), paling banyak bisa AU$ 180 (Rp1,8 juta) dalam waktu 3 jam. Tak ada pekerjaan yang pendapatannya sebagus busking. Kalau sebulan, saya tak tahu, tergantung apakah Anda melakukannya dengan konsisten. Saya akan melakukannya dengan konsisten. Hari ini saya lakukan siang-malam,” katanya. Sembari menunjukkan kemampuannya bermusik, Ian juga menjual album indie-nya yang dikemas dalam bentuk CD seharga AU$ 10 yang digelar di atas wadah gitarnya. Untuk melakukan busking di tepian Sungai Yarra, Ian mengaku tak sampai mengikuti audisi.
“Sebenarnya di Melbourne ini Anda tak harus ikut audisi, kecuali Anda tampil di Bourke Street, di situ selektif sekali penampilnya. Mereka punya genre musik yang berbeda dan harus dilakukan secara profesional,”
Para seniman jalanan di Bourke Street, imbuhnya, juga mendapatkan penghasilan paling tinggi di wilayah lainnya. Meski melakukannya karena terdesak kebutuhan hidup, Ian sebenarnya musisi sejati.
Keterampilannya memetik gitar dan bermusik itu diakui Ian didapatkan sejak masih anak-anak. Ian tumbuh besar dengan mengikuti beberapa sekolah musik, belajar di sekolah musik jazz hingga mengikuti AMEB (Australian Music Examination Board – badan standar ujian musik nasional Australia) bidang musik kontemporer. Selain musik jazz, Ian juga tertarik pada musik punk hingga musik klasik India.
“Impian saya keliling Australia setahun sampai 5 tahun dengan bus bersama pacar saya yang juga seorang musisi dan bermain di jalanan, di festival, dan merekam musik, mengeluarkan album, mengedarkannya secara online, membuat video klip. Itu tujuan jangka panjang saya, semoga bisa tercapai tahun depan,” harapnya.
Baca juga : Sinar Matahari untuk Kesehatan
Ada pula Patrick Darcy, seorang pengamen jalanan yang tampil atraktif di Bourke Street. Organ elektronik, gitar akustik dan harmonika menjadi alat unjuk kemampuannya.
Dengan suara yang empuk, keterampilan memainkan alat musik yang canggih plus penampilan yang necis dan bersih, tak sulit bagi Patrick menarik perhatian para pejalan kaki yang rela berhenti sejenak menikmati aksinya. Uang logam pun bergemerincing memenuhi wadah gitarnya.
“Busker itu dinilai lucu di Kanada, di sana adalah tentang reputasi. Tapi di sini (Melbourne), ini adalah profesi yang dihormati. Jadi, pertama saya memberitahu keluarga saya dan saya tak akan malu, saya tak peduli,” tutur pria berkaca mata yang diwawancara usai tampil.
Tampil di Bourke Street, salah satu jalan tersibuk di kawasan CBD Melbourne, Patrick mengaku harus mendapatkan izin tampil dengan mengikuti audisi. Berasal dari Toronto, Kanada, Patrick memanfaatkan Working Holiday Visa untuk menjadi busker.
“Ya, saya melakukan audisi. Hanya mainkan satu lagu untuk mereka dan itu saja, sangat mudah. Saya mainkan lagu “Scientist” dari Coldplay, dan ya sudah gitu aja. Itu lagu bagus,” ungkapnya
Meski cukup ahli memainkan alat musik dan bernyanyi, namun Patrick mengaku tak punya latar belakang pendidikan musik. Dia mendapatkan keahliannya secara otodidak.
“Saya otodidak. Kuliah saya akuntansi, ini tahun ke-35 saya, sekarang saya punya rencana plan B, ini (menjadi busker) plan A,” ujar pengidola musisi Elton John ini sambil terkekeh.
Pendapatannya dari busking ini, menurutnya tidak tentu. Antara nihil hingga AU$ 800 (Rp 8 juta).
“Tergantung, sangat tergantung. Dari AU$ 100 sampai AU$800 per hari, tapi itu kalau hari ramai. Kadang AU$100 bahkan kurang, bahkan tak mendapatkan apa-apa. Tapi saya cukup kok untuk membayar tagihan-tagihan saya. Saya busking 3-4 hari per minggu,” jelas dia.
Jadi kamu melakukan busking ini demi uang atau passion?
“Hmmm… lucu bahwa kamu melakukan ini untuk kerja. Beberapa lagu mendatangkan uang banyak, kadang, lagu seperti “Yellow”, itu banyak uangnya, jadi harus memainkannya untuk mereka (para pejalan kaki). Saya menyanyikannya 3 kali sehari, tapi saya harus menyanyikannya lagi, karena banyak orang ingin dengar lagu ini. Jadi sebenarnya antara benci dan cinta saya melakukan ini,” jawabnya sambil tersenyum.
Kalau tidak sedang busking, Patrick mengaku menghabiskan waktunya dengan berolahraga dan bergaul dengan teman.
“Seperti orang normal. Tapi di sini, saya bisa dapat lebih banyak uang dari busking lebih dari manapun. Jadi saya bisa menghidupi diri saya sendiri di sini,” tuturnya.
Dari Melbourne, Patrick masih akan mengejar impiannya membuat album. Dia berencana akan membuatnya di Thailand.
“Saya akan pergi ke Thailand sebulan, saya akan merekam album. Saya belum punya karena butuh banyak uang. Di Thailand lebih murah untuk hidup. Kalau di Indonesia, selain Bali saya tak tahu. Thailand lebih ramah, meski di Indonesia lebih murah, sangat murah,” katanya saat ditanya mengapa tak membuat albumnya di Indonesia saja.